Sebelum kita membahas jenis-jenis angklung. Alangkah baiknya teman-teman juga lihat bagaimanakah sejarah angklung itu ? Saya sudah membahas tentang sejarah angklung di blog ini, bisa teman-teman buka di link berikut ini https://angklungcakraningtadji.blogspot.com/2019/11/sejarah-angklung.html


Mari kita bahas jenis-jenis angklung

Jenis Angklung

Dalam perkembangannya, alat musik ini memiliki banyak jenis yang tentunya dipengaruhi oleh kebudayaan setempat dan faktor lainnya. Berikut ini jenis-jenis angklung :
1. Angklung Dogdog Lojor



Kesenian Dogdog Lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan yang merupakan Kesatuan Adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun. Dalam kesenian ini terdapat sebuah alat musik Angklung Dogdog Lojor karena terdapat kaitannya dengan ritual padi.
Instrumen yang digunakan adalah dua buah Dogdog Lojor dan empat buah angklung yang memiliki ukuran berbeda. Dari yang terbesar dinamakan Gonggong, sedangkan yang lebih kecil memiliki nama Panembal, kemudian Kingking, dan yang terkecil adalah Inclok. Setiap instrumen dimainkan oleh seorang pemain, sehingga jumlah pemain Dogdog Lojor adalah enam orang.
2. Kenekes

Jenis alat musik angklung yang kedua adalah kenekes.  Seperti namanya, alat musik ini ditemukan di daerah Kenekes atau sering disebutkan dengan orang Baduy, digunakan dalam ritus padi dan bukan semata-mata hanya untuk hiburan. Angklung Kenekes biasanya dimainkan ketika masyarakat Baduy menanam padi di ladang, atau berapa kegiatan lainnya yang berkaitan dengan padi. Setelah digunakan dalam kegiatan menanam padi, alat kesenian ini tidak boleh dimainkan lagi selama 6 bulan dan harus disimpan.
Namun, terkadang terdapat pertunjukan dengan memanfaatkan alat musik ini. Dalam pertunjukannya, penabuh kenekes sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedung kecil, membentuk bentuk lingkaran dalam posisi berdiri. Alat musik ini memiliki beberapa ukuran dan nada yang berbeda dari setiap ukurannya.  Nama angklung dari yang paling besar adalah  indung, ringkung, dondon, gunjing, engklok, indug leutik, torolok, dan roel. Sedangkan bedugnya dari yang terpanjang memiliki nama bedug, talinglit, dan ketuk.
Di Kenekes, orang yang memiliki hak membuatnya adalah orang Kejoran (Tangtu : Baduy Jero). Kejeroan terdiri dari 3 kampung yaitu Cikartawana, Cikeusik, dan Cibeo, bahkan di ketiga kampung ini yang memiliki hak untuk membuat angklung sangat terbatas. Hanya orang yang memiliki darah keturunan perajin alat musik ini, dan dibuat dengan syarat-syarat tertentu.
3. Alat Musik Angklung Reog



Dari namanya tentu sudah dapat ditebak apa kegunaan instrumen tersebut, alat musik ini digunakan mengiringi Tarian Reog Ponorogo dari Jawa Timur. Ciri khas alat musik ini adalah memiliki suara yang keras dari angklung lainnya. Angklung Reog memiliki dua nada dan bentuk yang menarik disertai hiasan yang indah berupa benam yang berumbai-rumbai.
Alat musik ini memiliki cerita peran penting dalam kemenangan Kerajaan Bantarangin melawan Kerajaan Ladoya pada abad ke 9. Para prajurit bergembira atas kemenangan tersebut, termasuk pemegang angklung, dengan kekuatan yang besar, penguat tali lenggang dan akhirnya menghasilkan suara yang keras.
Angklung Reyog pernah digunakan dalam pembuatan film di tahun 1982 yaitu warok Singo Kobra dan di tahun 2011 yaitu Tendangan Dari Langit. Alat musik ini juga digunakan untuk mengiringi lagu sumpah palapa, kuto reog, campursari berbau ponorogoan, dan masih banyak lagi.
4. Angklung Banyuwangi



Angklung Banyuwangi berbentuk seperti calung dengan nada budaya Banyuwangi. Pada tahun 1942 di masa penjajahan Jepang, lagu Banyuwangi (tembang pusing) memasuki era baru. Dalam era baru ini, terdapatnya alat musik angklung dalam keseniannya. Sebenarnya alat musik ini sudah ada sejak zaman kerajaan Blambangan, namun instrumen ini biasanya untuk mengiringi tarian.
Di Banyuwangi, alat musik tradisional ini memiliki beberapa jenis di antaranya : Paglak, Caruk, Tetak, Dwi Laras, dan perkembangan yang terakhir adalah Angklung Blambangan.
5. Gubrag


Angklung Gubrag sudah berusia sangat tua, biasa digunakan untuk menghormati dewi padi menurut masyarakat setempat. Alat musik ini biasa  digunakan dalam kegiatan menanam padi (elak pare), mengangkut padi (ngunjal pare), dan menempatkan padi ke lumbung (ngadiukeun ke leuit). Terdapat mitos bahwa angklung gubrag ada semenjak suatau musim paceklik panjang yang dialami masyarakat Cipining, Kecamatan Cigudeg, Bogor.
Alat musik ini sering digunakan ketika nandur (tanam) padi,Penggunaan alat musik ini sebagai iring-iringan ketika nandur bukan tanpa alasan. Masyarakat setempat percaya bahwa suara rampak yang keluar dapat menggetarkan tumbuhan sehingga padi bisa tumbuh lebih baik.
Abah pukat (salah seorang dari kampung budaya Sindang Barang) mengatakan “pernah datang seorang peneliti dari Jepang, ternyata benar, tanaman padi yang diberi bunyi-bunyian akan lebih cepat tumbuh”. Memang Jepang lebih maju dari negara lainnya, namun tidak meninggalkan akar tradisi.
6. Toel            

                                        
               
Angklung Toel diciptakan pada tahun 2008 oleh Kang Yayan Udjo. Pada alat ini terdapat rangka setinggi pinggang dengan angklung dijejer dengan posisi terbalik dan diberi karet. Untuk memainkannya sangat mudah, pemain hanya perlu men-toel angklung tersebut kemudian angklung akan bergetar sendiri karena telah dipasangkan karet.
Sosok angklung ini terdiri dari rangka kayu yang mewadahi 30 angklung dari nadaG3 – C6. Alat musik ini berjejer dalam 2 sap. Sap bawah dekat dengan pemain yaitu nada penuh (G, A, B, C, dst). Sementara sap atas terdiri dari nada-nada kromatis.
7. Badeng



Bandeng merupakan nama kesenian yang menggunakan angklung sebagai alat musik utama dalam pertunjukannya. Kesenian ini terdapat di Desa Sanding, kecamatan Malangbong, Garut. Alat musik ini juga sudah ada sangat lama dan digunakan untuk acara ritual penanaman padi.  Selain itu, angklung ini juga digunakan dalam kepentingan dakwah islam serta hiburan masyarakat setempat.
Berdasarkan sejarah penyebaran Islam, penduduk setempat belajar Islam ke Kerajaan Demak, telah pulang dari Demak, mereka berdakwah. Cara dakwah masyarakat setempat dengan memanfaatkan kesenian badeng. Jumlah alat musik tradisional yang digunakan berjumlah sembilan.
8. Buncis



Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan yang di antaranya terdapat di Baros Anjarsari, Bandung. Angklung Buncis dahulu digunakan dalam acara pertanian yang berhubungan dengan padi, namun sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Angklung buncis beraras slendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Dengan perkembangan zaman, kesenian buncis jarang digunakan untuk keperluan ritual. Hal tersebut disebabkan karena karena pandangan masyarakat sudah berubah mengenai kepercayaan lama. Kesenian buncis digunakan untuk ritual mulai berakhir pada tahun 1940, karena semenjak tahun itu kegunaan buncis hanya untuk hiburan semata.
9. Padaeng




Alat musik ini dikenalkan oleh Daeng Soetigna sejak tahun 1938. Laras yang digunakan oleh alat musik tradisional ini menggunakan nada diatonik yang sesuai sistem musik barat. Dengan begitu, alat musik tradisional ini dapat dimainkan dengan sistem musik internasional. Dapat juga dimainkan dalam ansambel dengan alat musik internasional lainnya.
Berdasarkan sejarahnya, Pak Daeng mendapat inspirasi membuat alat musik ini ketika ada dua orang pengemis memainkan lagu Cis Kacang Buncis di depan rumah Pak Daeng dengan angklung. Kemudian beliau membeli alat musik tersebut yang bernada pentatonik, padahal untuk mengajarkan alat musik barat harus menggunakan nada diatonis. Karena hal tersebut, maka Pak Daeng berniat membuat angklung diatonis. Kemudian beliau menemui Pak Djaja yang merupakan seorang perajin angklung pentatonis, dengan senang hati Pak Djaja membantu membuat angklung diakronis. Atas kerja sama mereka berdua, maka terciptalah alat musik tradisional yang mudah dibuat dan murah. Hal ini terjadi pada tahun 1938.
10. Angklung Bali



Alat musik ini merupakan gamelan yang tergolong barungan madya dan berlaras slendro, tergolong barungan madya yang dibentuk oleh instrumen berbilah dan pencon dari krawang. Instrumen musik ini dibentuk oleh alat-alat gamelan yang relatif kecil dan ringan.
Di Bali Selatan, gamelan ini hanya menggunakan 4 nada, berbeda dengan Bali Utara yang mempergunakan 5 nada. Alat musik ini dapat dibedakan menjadi 2 berdasar penggunaan materi tabuh dan penggunaan gamelan, yaitu Angklung klasik : dimainkan mengiringi upacara (tanpa tarian), dan angklung kebyar : digunakan mengiringi pagelaran tari maupun drama.
11. Sarinande


Unit kecil sarinande berisi 8 nada yaitu do rendah hingga do tinggi. Sedangkan sarinande plus memiliki 13 angklung dari sol rendah hingga mi tinggi. Instrumen sarinande ini merupakan istilah untuk Padang yang hanya memiliki nada bulat tanpa nada kromatis dengan nada dasar C.
12. Sri-Murni


Angklung ini merupakan gagasan Eko Mursito Budi yang khusus diciptakan untuk keperluan robot angklung. Sesuai namanya, satu angklung ini memakai dua atau lebih tabung suara yang nadanya sama, sehingga akan menghasilkan nada murni (mono-tonal). Ini berbeda dengan angklung padaeng yang multi-tonal. Dengan ide sederhana ini, robot dengan mudah memainkan kombinasi beberapa angklung secara simultan untuk menirukan efek angklung melodi maupun angklung akompanimen.